Friday, December 23, 2022

Yes or No: UMKM Kuliner 'Naik Kelas' Berbasis Pinjaman Anti Sekarat | PT Rifan Financindo

PT Rifan Financindo  -   Pandemi COVID-19 terus mengguncang dunia, berakibat pada terhentinya seluruh ekonomi, dan kini ancaman pengangguran massal menjadi sangat dekat. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat 29,12 juta pekerja harus terdampak pandemi dan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Tentu saja tidak hanya pekerja, sektor mandiri seperti wirausaha justru menorehkan angka yang lebih fantastis lagi, dengan catatan 30 juta usaha berskala mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terpaksa gulung tikar dan diistirahatkan selama pandemi. Fenomena ini ternyata menjadi titik awal baru bagi seluruh lapisan masyarakat, dengan menemukan formula transformasi profesi yang lebih fleksibel dan tahan banting.

Peran ganda UMKM mulai terlihat pada masa pandemi ini. Tidak hanya menjadi palung kebangkrutan, namun bagi 'mereka' yang sudah menemukan formula tepat untuk bisa tetap langgeng, UMKM justru menjadi perisai menjanjikan di kala pandemi, sekaligus menjadi penopang kebangkitan kembali perekonomian Indonesia pasca pandemi. Dengan tingginya jumlah penduduk Indonesia, daya serap tenaga kerja UMKM bisa mencapai 117 juta jiwa dan berkontribusi terhadap PDB hingga 60.5%.

Jumlah penyerapan tenaga kerja ini tentu saja besar, karena mencakup 96.9% dari total penyerapan tenaga kerja nasional. Data tersebut menunjukkan Indonesia mempunyai potensi basis ekonomi yang sangat besar meski melewati masa pandemi, bila berhasil membangkitkan potensi UMKM seoptimal mungkin. Sadar akan potensi ini, beberapa kebijakan untuk meningkatkan kapasitas UMKM untuk bisa naik kelas mulai banyak diterapkan seperti Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), Kredit Usaha Rakyat, dan penyaluran dana oleh Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB). Hal ini dilakukan agar UMKM mampu bertahan menghadapi beberapa kuartal berikutnya, menjaga rantai pasokan tetap utuh, memastikan supply dan demand terus ada, berharap mesin ekonomi dapat berputar dengan cepat.

Perekonomian Indonesia adalah ekonomi kerakyatan, dengan UMKM sebagai tonggak utamanya. Hal ini selaras dengan peran UMKM sebagai pertolongan pertama di kala pandemi yang banyak memutus hubungan kerja hingga isu resesi yang kian hari semakin menghantui. UMKM adalah stimulus yang memberikan dorongan tetap berputarnya roda perekonomian. Dilansir dari data dari Kementerian Koperasi dan UMKM, jumlah UMKM di Indonesia mencapai lebih dari 64 juta atau sekitar 97% tenaga kerja secara nasional. Selain penyerapan yang besar terhadap tenaga kerja, UMKM juga memberikan dampak kenaikan terhadap PDB, dan katup pengaman bagi rakyat berpendapatan rendah untuk tetap dapat produktif dalam sistem perekonomian yang sehat.

Dari sekian banyak bidang UMKM, bidang kuliner atau food and beverages (FNB) menjadi bidang yang paling diminati dan dinilai menjanjikan. Dengan sedikit sentuhan transformasi ke arah digitalisme seperti Go Food, catatan perusahaan berlogo hijau tersebut mencatat pendapatan mitra UMKM dapat meningkat hingga 7 kali lipat. Hal ini seiring dengan tingkat konsumsi masyarakat yang semakin tinggi sebagai dampak dari Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Pola konsumsi ini dapat bertahan dan menjadi peluang yang semakin tinggi bagi usaha UMKM bidang kuliner.

Melalui dukungan media sosial, usaha kuliner kini menunjukkan potensi besar dengan target konsumen yang menjanjikan pula. Sebut saja beberapa makanan dan minuman viral di media sosial, mulai dari dalgona coffee hingga mille crepes khas Perancis, pasti akan segera diikuti dengan kemunculan usaha-usaha kecil skala rumahan. Generasi muda yang melek akan tren juga tidak mau ketinggalan untuk ikut serta merintis usaha kuliner ini. Pasalnya potensi ini didukung dengan tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi terhadap makanan dan minuman. BI mencatat kontribusi industri makanan dan minuman mencapai 50% dari total konsumsi masyarakat. Oleh karena itu, tak heran jika saat ini pertumbuhan industri pangan kreatif yang digagas kalangan pelaku UMKM tergolong pesat.

Optimalisasi tentu perlu dilakukan agar UMKM dapat 'naik kelas' terutama peningkatan omset dan penyerapan jumlah tenaga kerja. Strategi juga sangat diperlukan dalam merintis sebuah UMKM, supaya dapat berkelanjutan dengan lancar, baik dari keuangan, sumber daya manusia, manajemen waktu, maupun inovasi dari produk itu sendiri. Sektor UMKM ini perlu mendapatkan dukungan yang lebih besar.

Kontribusi yang besar berbanding lurus dengan tantangan yang dihadapi. Permodalan menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi oleh UMKM. Keterbatasan memperoleh sumber permodalan dan masyarakat yang masih awam terhadap sistem peminjaman modal berdampak pada kurang memadainya pemenuhan prasarana, skala usaha yang tidak kunjung berkembang, dan kelemahan di manajemen dan kontrol terhadap usaha yang sedang dijalani.

Survei yang dilakukan pada masyarakat dengan usaha yang baru berjalan selama 2 tahun, peminjaman dengan bunga rendah dan pembayaran yang fleksibel adalah salah satu yang harapan pelaku UMKM. Hal ini disambut baik dengan respon negara dengan memberikan program-program Kredit Usaha Rakyat (KUR) berupa subsidi bunga dan modal kerja. KUR adalah solusi dari jerat pinjaman online yang kian menjamur di masyarakat. Melawan stigma kesekaratan akibat pinjaman bank, program ini justru mendorong nasabah untuk menjadi semakin sejahtera, dengan spesifikasi keuntungan pada tiap bank penyedianya. Pemerintah wajib ikut campur, masyarakat harus ikut campur, dan bank perlu ikut campur.

Sumber : news.detik

PT Rifan Financindo

No comments:

Post a Comment